FaizAbdillah-"JAMAK", yaa.. begitulah kami memanggilnya. Suatu nama yg kami berikan
kpd salah satu departemen yg ada pd PC. IPNU IPPNU Tulungagung, yaitu
Lembaga Kajian. Awalnya banyak sekali usulan nama yg kita terima. Salah
satunya adalah LAKA*G, Nooo ! .. jgn berasumsi negatif dulu, atau
berfikiran memboikot untuk kami, hahaa. Begitu menggairahkan memang, tp
jgn dibahas saat ini.
Oke lanjut, tepat hari ini malam ahad kliwon,
setelah RAKER yg kmarin disepakati bahwa JAMAK dilaksanakan hari ini.
Pada launching sekaligus diskisi perdana dilaksanakan malam ini, ada
banyak hal yg begitu menarik. Mulai dari khittah, epistimologi, hingga
pola fikir barat tp jiwa NUsantara. Satu yg membuat saya begitu tertarik
hingga menulisnya saat ini.
"Khittah", yaaa benar khittah NU.
Awalnya mungkin bnyak yg mengira bhwa makna khittah begitu sempit,
bahkan 'mungkin' ada jg yg membayangkan bhwa itu sprt suatu ideologi yg
begitu masif dan kita tdk bisa utk mengembangkannya.
Mulanya
departemen organisasi yg mendapat sorotan mengenai relevansinya thd
pelajar dan juga inovasi2 yg selama ini kita tunggu. Nah mulai inovasi,
inilah tadi kata "khittah" muncul, entah suruhan orang atau muncul
sendiri, hihihii. Oke kembali ke ten*top, maaf maksud saya topik 😅.
Flashback ke masa lalu (baper😢)
Kita melihat khittah NU sejak didirikan, tanpa ada tujuan berpolitik.
Tetapi kala itu entah tahun berapa saya lupa, NU memulai perjalanan
politiknya melalui PKB.
Yaps, seperti yg diwanti2 sebelumnya,
kenyataan yg tdk sesuai dg espektasi. PKB yang saat itu diharapkan
menjadi sayap politik NU justru berjalan sendiri bahkan senantiasa
berseberangan dengan NU struktural. Antara PKB dan NU mulai ada tanda
tanda kurang serasi, PKB memecat ketuanya yaitu Matori Abdul jalil yang
sebenarnya NU tidak menghendaki.
Ketidakserasian NU dan PKB ini
diperuncing lagi ketika NU mencalonkan Hasyim Muzadi menjadi cawapres
Mega. Dengan susah payah NU menggerakkan warganya dari tingkat PW,PC,MWC
bahkan sampai ketingkat ranting untuk mengegolkan jagonya yaitu Hasyim
Muzadi menjadi Cawapres, tapi PKB saat itu justru mendukung
Wiranto-Wahid dari Golkar, diteruskan pada pilpres putaran kedua PKB
mendukung SBY-JK. Cukup sudah PKB menyodok NU saat itu. Mulai dari itu
PKB dianggap bukan lagi partai sayap politik NU karena PKB terlalu jauh
meninggalkan NU, dst (sya capek ngetiknya).
Nah, mulai inilah tadi
si khittah mjd begitu viral dan ditakutkan terjadi hal yg rumit jika
kita melenceng dr khittah awal. Kembali ke inovasi, yg pada mulanya ada
yg menghawatirkan apabila kita melakukan suatu inovasi2 yg unik dan lain
dari kultur selama ini, ada beberapa contoh tadi yg disebutkan.
Ada kehawatiran akan terjadi hal2 yg tdk diinginkan seperti kasus diatas ketika kita keluar dari khittah.
Inilah asyiknya berdiskusi, kita bisa dapat melihat banyak statement2 yg unik dan luarbiasa.
Finally, setelah melalui proses diskusi yg panjang akhirnya saya bisa
mnyimpulkan bahwa khittah bisa kita kembangkan lebih luas (istilah
saya), dg melihat konteks apa dulu yg harus kita kembangkan dan seberapa
penting hal itu dilakukan, karena jika itu tidak kita laksanakan,
praktis kita akan jauh tertinggal dg yang lain. Dan kita juga harus
melihat bahwa masyarakat dulu dan sekarang sangat jauh berbeda. Dulu
ketika kentongan masih mjd alat komunikasi tentu beda sama sekarang yg
hp ada dimana2. Maka inovasi sangat diperlukan saat ini.
Pinggirsari, 10 Des 2016
Mantaaab, lanjuut rekan rekanita.....
BalasHapus